Media Komunikasi Mahasiswa PGSD

Kamis, 23 April 2009

Wiyata Bakti

Sebagaimana di amanatkan di dalam UU Guru dan Dosen, guru adalah sebagai tenaga professional yang memiliki tugas yang berat dan mulia.

Namun pada kenyataannya ada beberapa istilah yang muncul, guru PNS, guru swasta, guru honorer, guru wiyata bakti. Belum populer akan sebutan guru professional. Sejatinya guru adalah semua tenaga pendidikan yang mendidik, melatih dan mengajar siswa dalam semua tingkatan kelas/sekolah. Dari beberapa istilah/sebutan, timbul satu pertanyaan, apakah seorang guru di nilai dari tempat dia mengajar, status kepegawaian, SK Bupati atau yang lain? Seharusnya guru dinilai dari kemampuan dia mengajar dan segala kompetensi yang dimilikinya. Entah kenapa begitu sangat berbeda nasib seorang guru negeri, swasta bahkan wiyata bakti. Karena kami merasakan sendiri perbedaan tersebut. Menjadi seorang guru Wiyata Bakti (WB) secara kekuatan hokum tidak memiliki hak apapun, di karenakan pada awal kontrak, sudah disodorkan pilihan : tidak menuntut gaji, tidak menuntut menjadi CPNS dan lain sebagainya. Pilihan yang sulit namun kami harus mengambilnya. Mungkin menjadi guru WB di alami oleh sebagain besar tenaga pendidik di negeri ini. Ini berdasarkan cerita dari teman sejawat yang sudah “senior”. Tak ada kepastian dalam hal honor yang kami terima, karena di awal kontrak kami tidak boleh menuntut gaji/honor. Kami bekerja tanpa meminta upah, sungguh pekerjaan yang jarang di negeri ini. Di satu sisi kami di tuntut dengan berbagai kewajiban, mengajar, peningkatan kompetensi, pelatihan untuk siswa. Yang sejatinya adalah kewajiban pokok seorang guru. Namun bagaimana hal tersebut dapat bejalan maksimal bila tak ada keseimbanagan antara hak dan keawajiban. Bila ada seorang guru WB tak diberi honor, itu lumrah. Kalaupun ada guru WB yang diberi honor, jumlahnya tak seberapa, mungkin 100-200 ribu/bulan, masih sangat jauh dari UMR di daerah ini. Slogan guru sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” sudah tak tepat lagi di era sekarang. Kalau seorang guru tak pernah mendapat haknya adakah generasi mendatang yang ingin menjadi guru?

Anggaran pendidikan yang katanya 20% dari APBN/APBD belum dapat kita rasakan sebagai seorang guru wiyata bakti. Dengan segala keterbatasan pada diri kami, kami mencoba menatap masa depan, seperti Bu Guru Muslimah dalam film “Laskar Pelangi”, dengan segala keterbatasannya mampu membawa muriid-miridnya menjadi yang terbaik. Begitu juga cita-cita kami, bukan apa yang di beri Negara ini untuk kami, tapi apa yang bisa kami beri untuk negara ini.

Selamat berjuang Guru Wiyata Bakti…