Media Komunikasi Mahasiswa PGSD

Rabu, 30 April 2008

Profesionalisme Guru, Sebuah Idealitas

WaAgaknya, kegelisahan Bertrand Russell dalam bukunya The Function of a Teacher, kini terbukti. Mengajar, lebih daripada profesi lainnya, telah mengalami transformasi selama dua ratus tahun terakhir. Dari suatu profesi kecil, dengan keahlian tinggi yang hanya dinikmati oleh segelintir orang, menjadi suatu bidang jasa umum yang besar dan penting. Profesi ini mempunyai tradisi yang besar dan terhormat, membentang dari awal sejarah manusia hingga masa-masa mutakhir.

Dahulu seorang guru diharapkan memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan istimewa, yang kata-katanya patut untuk didengarkan. Waktu itu mengajar bukanlah sutau profesi yang diorganisir, dan tidak ada pengawasan atas apa yang diajarkannya. Memang benar bahwa mereka kemudian sering dihukum mati karena ajaran-ajarannya yang dipandang bersifat subversif. Socrates dihukum mati dan Plato dijebloskan ke penjara. Tapi kejadian demikian tak sampai menghambat tersebarnya ajaran-ajaran mereka. Tiap orang yang memiliki naluri guru yang murni akan lebih senang hidup terus dalam buku-bukunya dari pada dalam tubuhnya. Suatu perasaan kemerdekaan intelektual sangat penting artinya bagi pemenuhan yang sesungguhnya dari fungsi-fungsi guru, sebab memang sudah tugasnya untuk menanamkan pengetahuan serta daya nalar yang dimilikinya ke dalam proses pembentukan pendapat umum.

Namun kini, profesi guru tak lagi istimewa. Bila dibandingkan dengan pekerjaan profesional lain, seperti dokter, pengacara, akuntan, arsitek dan sebagainya, maka profesi guru memiliki peluang yang lebih terbuka. Siapapun dapat menjadi guru, asal ada lowongan. Banyak orang-orang yang bertalarbelakang pendidikan non guru menjadi guru, tanpa ada sanksi ataupun peringatan. Ada insinyur petanian mengajar IPS, ada sarjana IAIN non-jurusan tarbiyah (kependidikan) mengajar akutansi, ada sarjana biologi mengajar agama dan sebagainya.

Secara substansiil mungkin kemampuan mengajar mereka dapat diakui, namun secara profesional praktik semacam itu adalah keliru. Jabatan professional adalah jabatan yang memerlukan keahlian khusus, mempunyai jenjang karier dan dilindungi oleh kode etik dan kompetensi-kompetensi keguruan.

Kode etik adalah aturan norma yang mengikat para anggota dan mempunyai sanksi moral bagi yang melanggarnya dan melindungi kepentingan profesi. Dalam kode etik disebutkan bahwa guru adalah seorang pendidik, bukan hanya sebagai pengajar. Sebagai seorang pendidik, maka keberadaan guru tak hanya berkewajiban menyampaikan materi (transfer of knowledge) kepada siswa, tetapi juga berkewajiban menyampaikan skill dan nilai (transfer of skill and transfer of value).


Ini berarti bahwa tugas guru tidak selesai pada aspek knowledge saja, pandai ilmu pengetahuan dan dapat menyampaikan kepada siswa, namun juga harus dapat menjadi teladan bagi siswanya. Perilaku yang dilakukan oleh guru harus menjadi cermin atau contoh bagi siswanya.

Secara khusus, sebagai sebuah profesi keguruan, ada beberapa kriteria seorang guru. Menurut versi National Education Association (NEA), guru berarti jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, menggeluti sutau batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan profesional yang lama, memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan, menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan standarnya sendiri, lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi, mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Tidak mudah menjadi guru, perlu persiapan, latihan, pembiasaan dan pendidikan yang cukup. Itulah sebabnya, salah satu kompetensi guru profesional itu harus ada ijazah guru. Ijazah bukan semata-mata karena alasan formalitas. Ijazah guru menjadi penanda seseorang telah menguasai kompetensi serta metodologi pengajaran.

Penguasaan materi bagi guru itu penting, tapi belum cukup. Guru harus menguasai metodolgi pengajaran. Bagaimana menyampaikan materi yang berat agar terasa ringan, bagaimana melayani sejumlah siswa dengan berbagai macam tingkah dan polahnya. Untuk itu, guru harus dapat memahami psikologi perkembangan, untuk mengetahui keadaan psikis anak sesuai dengan perkembangannya. Pengembangan kurikulum, untuk mengetahui alur pelajaran yang harus diajarkan. Teknologi pengajaran, untuk membantu siswa dalam memudahkan memahami pelajaran dan sebagainya. Materi-materi itulah yang diajarkan dalam lembaga pendidikan keguruan dan program akta. [FS, suaramerdeka.com]

Senin, 21 April 2008

PPL Jadi Suporter

Kegiatan mahasiswa Pe Pe eL di SD N I Kebumen begitu padat.Selain tugas praktek mengajar, membuat laporan PTK serta tugas akhir mahasiswa PGSD Kampus Kebumen ini juga selalu dilibatkan dalam kegiatan Ekstra kurikuler serta tugas mengawal para suporter POPDA kontingen SD N I Kebumen, salah satunya adalah kegiatan yang terpampang di samping ini.Mereka berbaur dengan sisiwa-siswi SD N I Kebumen untuk menjadi suporter sepak takraw, karena pada hari itu kontingen sepak takraw mewakili kecamatan Kebumen dalam POPDA 2008.Atas dorongan semangat suporter yang begitu antusias membela Tim SEPAK TAKRAW akhirnya Tim ini berhasil menaklukkan lawan dari kecamatan Sempor dengan menang telak 2 - 0, Dan dibabak final SD N I Kebumen berhadapan dengan tim dari Kecamatan Karanggayam dalam pertandingan yang sangat seru ini kembali Tim Sepak Takraw SD N I Kebumen berhasil menaklukkan dengan skor 2 -0.Dengan kemenangan ini Tim Sepak Takraw SD N I Kebumen dikirim ke Tingkat Ex Karisidenan Kedu yang rencananya akan diselenggarakan di Kabupaten Wonosobo pada tanggal 29 April mendatang.Dan walaupun Tim Mahasiswa PPL PGSD sudah selesai menempuh ujian praktek pengalaman mengajar mereka dengan sukarela dan senang hati akan mengikuti rombongan keluarga besar SD N I Kebumen untuk menjadi suporter di Pertandingan itu.Dengan adanya kegiatan semacam ini tentunya akan menambah pengetahuan dan pengalaman lebih bagi Mahasiswa.






Posted by Picasa