Media Komunikasi Mahasiswa PGSD

Sabtu, 07 Maret 2009

Fenomena Seminar: wabah, komersil?

Orang menilai sesuatu adalah berdasarkan sebatas pengetahuan/ilmu yang dimilikinya. Semakin banyak ilmunya maka orang tersebut juga akan memandang segala sesuatu secara luas pula, tidak secara parsial melalui titik sudut pandang tertentu saja. Demikian sebaliknya, sempitnya wawasan keilmuan yang dimiliki seseorang maka dalam mengapresiasi sesuatu hanya sebatas pengetahuannya tersebut, tidak lebih. Hal ini menjadi berkesan bahwa orang tersebut kurang bijak dalam menyikapi suatu hal.

Seperti halnya yang terjadi pada sebagian kalangan yang menyikapi banyaknya Seminar/Workshop akhir-akhir ini berkaitan dengan sentimen negatif bahwa seminar hanya sebagi ajang pemerolehan sertifikat guna sertifikasi bagi peserta-nya dan merupakan ajang komersialisasi sertifikat bagi penyelenggara-nya. Saya berpendapat, hal tersebut tidak sepenuhnya salah. Tidak dapat dipungkiri bahwa (jika diadakan riset-mungkin) akan didapatkan hasil bahwa sebagian besar orang berangkat seminar hanya bertujuan untuk pemerolehan sertifikat.

Ada baiknya kita melihat fenomena tersebut menggunakan kacamata positif. Seminar merupakan media/wadah sosialiasi sekaligus transfer akademik secara topdown dari narasumber yang berkompeten dalam bidangnya kepada khalayak pada bidang tersebut. Dalam seminar dibahas masalah-masalah terkini secara ilmiah, dimana bisa dipertanggungjawabkan validitas dan reliabilitas keilmuannya. Sebagai salah satu produk ilmiah, seminar dapat digunakan sebagai sarana yang efektif untuk melakukan perkuliahan secara klasikal dan massif.

Banyaknya frekuensi penyelenggaraan seminar baru-baru ini menurut saya adalah suatu hal yang positif. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa masyarakat sadar akan kebutuhan ilmu. Sungguh tidak bijaksana jika mengikuti seminar hanya mengejar sertifikat semata, sedangkan ilmu yang diseminarkan tidak dapat diserap dengan baik.

Adapun sertifikat adalah bukti tertulis bahwa orang tersebut mengikuti seminar yang dapat dipertanggungjawabkan legalitasnya. Sedangkan penggunaan sertifikat relatif pada kepentingan masing-masing pemiliknya.

Bagaimana baiknya? Kita ambil keuntungan dua sekaligus, yakni mendapat ilmu yang bermanfaat dan sekaligus memperoleh sertifikatnya. Mari kita sikapi hal ini secara positif dan terus berupaya untuk meningkatan kualitas sumber daya manusia kita menuju ke arah yang lebih baik. Amin.
Semoga bermanfaat

1 komentar:

Prima Yoga S. mengatakan...

Geto aja kok repot...hweheee